Selasa, 22 Juli 2008

fosil dinosaurus

Fosil dinosaurus yang ditemukan di bagian utara Jerman hanya berukuran sepertiga dinosaurus sejenis. Panjang tubuhnya hanya sekitar 6 meter dari moncong hingga ke ujung ekornya dan berat satu ton.

Hewan berkaki empat yang makan tumbuhan itu memiliki kekerabatan yang dekat dengan kelompok Camarasaurus. Namun dibandingkan Camarasaurus yang panjangnya hingga 18 meter, dinosaurus ini tergolong kerdil.

Mengapa dinosaurus ini kerdil? Para peneliti mengatakan hal tersebut merupakan kasus pengerdilan hewan di sebuah pulau. Spesies hewan besar punya cenderung mengecil seiring perjalanan waktu saat tidak ada pesaingnya di suatu pulau. Kasus seperti ini juga terjadi pada mamalia, misalnya dari gajah purba (stegodon) yang hanya setinggi 1 meter di Pulau Sicilia atau Flores.

Para ilmuwan yakin, di lingkungan yang memiliki sumber daya terbatas, ukuran tubuh yang kecil lebih menguntungkan. maka populasi yang terjebak di sana akan mengecilkan tubuhnya seiring berjalannya waktu.

"Fosil hewan yang baru ditemukan ini merupakan bukti terbaik kasus pengerdilan dinosaurus di suatu pulau," kata P. Martin Sander, seorang paleontolog di Universitas Bonn, Jerman yang menulis laporan hasil penelitiannya ke jurnal Nature. Spesies yang diberi nama Europasaurus holgeri ini hidup 154 juta tahun lalu di wilayah yang sekarang bernama Goslar.

Europasaurus juga memiliki ciri tubuh yang mirip dengan sauropod atau dinosaurus berleher panjang. Menurut Jeffry Wilson, asisten profesor sains geologi di Universitas Michigan, Europasaurus merupakan fosil sauropod terbaik dari masanya yang pernah ditemukan di Eropa.

Saat itu, wilayah tersebut merupakan perairan dangkal dan dinosaurus tinggal di salah satu pulau. Meskipun demikian, masih belum dapat dipastikan apakah nenek moyangnya yang lebih besar mencapai pulau tersebut dan membentuk koloni atau atau populasi asli yang terperangkap karena naiknya permukaan laut.

Sander yang menguasai spesialisasi dalam bidang struktur mikroskopis tulang menemukan fosil untuk pertama kalinya pada 2003. Sebelumnya, seorang pemburu fosil amatir menemukannya dari sebuah penggalian. Bersama para peneliti lainnya, Sander pada awalnya menduga fosil tersebut merupakan hewan muda, namun selanjutnya terbukti bahwa fosil tersebut adalah hewan dewasa.

Dari penggalian di sekitarnya, para ilmuwan menemukan fosil-fosil sejenis dari hewan yang umurnya bervariasi. Bahkan, salah satunya merupakan fosil hewan yang sudah benar-benar dewasa.

Analisis yang dilakukan terhadap tulangnya menunjukkan bahwa Europasaurus tumbuh lebih lambat dari dinosaurus raksasa. Meskipun kecil, pertumbuhannya normal dan bukan disebabkan penyakit.

Bukti-bukti tersebut mungkin dapat dijadikan landasan teori untuk menjelaskan fenomena manusia kerdil yang disebut manusia hobbit di Indonesia. Bukti-bukti fosil di Flores menunjukkan bahwa Homo floresiensis juga makhluk kerdil yang tinggal di Pulau Flores ribuan tahun lalu.

Mark Norell, seorang pakar dinosaurus di American Museum of Natural History mengatakan, proses pengerdilan di pulau mungkin berlaku bagi manusia dan hewan. Untuk hewan, bukti-bukti tersebut telah jelas terlihat, sedangkan manusia belum dapat dipastikan. Hobbit Flores satu-satunya bukti fosil manusia kerdil dan sebagian ilmuwan menduga hal tersebut disebabkan penyakit kelainan fungsi otak sehingga menyebabkan tubuhnya kerdil.

burung purba terbang dgn 4 sayap

Burung Purba Terbang dengan Empat Sayap


JAKARTA, SABTU--Bagi burung purba yang hidup di zaman dinosaurus, terbang dengan empat sayap mungkin lebih baik dari dua sayap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung paling primitif, yang diketahui dari fosilnya, mengembangkan bulu-bulu yang panjang di lengan maupun kakinya .

Penelitian ini dilakukan pada fosil Archaepteryx yang ditemukan di Jerman pada tahun 1877 dan tersimpan di Museum of Natural History Berlin. Bulu kaki burung tersebut memiliki struktur aerodinamis yang sepertinya berperan untuk mengangkat tubuhnya saat terbang.

Karakteristik yang unik seperti itu dilaporkan Nick Longrich dari Universitas Calgary Kanada dalam jurnal Paleobiology setelah meneliti kembali fosil tersebut. Ia katakan temuan ini merupakan bukti kuat bahwa burung satu keturunan dengan hewan pohon yang dapat meluncur dan melayang di udara, misalnya tupai terbang.

Temuan ini juga mendukung teori bahwa burung berasal dari hewan purba yang dulunya tinggal di pohon. Seiring berjalannya waktu, hewan tersebut mengembangkan kemampuan untuk meluncur saat turun hingga mampu mengendalikan sendiri gerakan tubuhnya saat melayang di udara.

Fosil Archeopteryx yang hidup sekitar 150 juta tahun lalu pertama kali ditemukan pada 1861. Sampai sekarang, ada delapan spesimen yang telah ditemukan.

Burung dengan bulu-bulu panjang di sekitar kaki tidaklah biasa. Para peneliti sebelumnya menduga bahwa bulu-bulu yang berkembang di kakinya hanyalah hiasan saja dan bukannya alat bantu terbang.

Beberapa peneliti sebenarnya juga mengajukan hipotesis bahwa bulu kaki yang panjang membantu burung purba terbang. Namun, perdebatan mengenai hal tersebut mulai berkurang sejak bukti-bukti fosil yang ada rusak. Beberapa fosil bulu diambil dari tempatnya saat para peneliti mempelajari struktur tulang kaki dan tulang panggul.

Dari China

Namun, pendapat tersebut mulai berubah saat ditemukan beberapa fosil Microraptor gui di China pada tahun 2002. Fosil menunjukkan bahwa burung purba tersebut menggunakan bulu kaki dan ekor berbulu yang panjang untuk meluncur dari pohon ke pohon.

"Setiap orang tahu bahwa burung terbang dengan dua sayap sehingga saya pun tidak pernah berpikir kalau burung purba terbang dengan empat sayap sebelumnya," kata Longrich. Tapi, lanjut Longrich, pendapatnya berubah sejak ditemukan fosil burung di China.

burung purba di china



Meski usianya tak setua Archaeopteryx, yang diyakini sebagai spesies burung tertua di dunia saat ini, fosil baru yang ditemukan di China ditemukan dalam kondisi utuh. Struktur tubuhnya mungkin memberikan petunjuk baru bagi para ilmuwan untuk mempelajari sejarah kehidupan burung dari zaman dinosaurus hingga burung modern.

Fosil tersebut ditemukan para paelontolog China dan Inggris dari tepian danau di sekitar hutan bagian utara Provinsi Hebei selama ekspedisi tahun 2005-2006. Para ilmuwan memberi nama Eoconfuciusornis zhengi yang berarti burung Konfusius.

"Eoconfuciusornis menyediakan potongan baru dalam teka-teki evolusi dari Archaeopteryx menjadi burung lebih maju," ujar Zhou Zhong, salah satu penulis laporan penelitian tersebut dari Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology di Beijing.

Kondisinya fosil yang utuh mungkin karena burung tersebut tenggelam ke danau tersebut dan tertimbun endapan di dasar danau pada Era Cretaceous antara 120 juta tahun hingga 131 juta tahun. Selama jutaan tahun tertimbun, tubuhnya mengalami proses fosilisasi dan terjaga dalam endapan yang membatu.

Sosoknya sudah mirip sekali dengan burung modern dengan bentuk sayap berbulu dan susunan bulu ekor yang simetris. Warna bulunya bervariasi antara coklat dan hitam yang bisa jadi warna sebenarnya atau perubahan dari warna biru, merah, dan kuning seperti burung modern.

Karakteristiknya lebih mirip burung modern daripada Archaepteryx yang masih memiliki karakteristik fisik pada dinosaurus, seperti gigi dan tulang ekor yang panjang. Struktur tulang dan ototnya juga mendukung kemampuan manuver terbang lebih lincah. Namun, keduanya mungkin sama-sama memiliki kelemahan terbang dari permukaan tanah yang rata sehingga mudah diserang lawan.

Hewan tersebut mungkin hidup di pepohonan dan memiliki kuku dan bulu ekor panjang yang penting untuk membantu menyeimbangkan tubuh saat bertengger di dahan. Ia sepertinya lihai meluncur ke permukaan danau untuk menangkap ikan sebagai mangsanya.

Senin, 21 Juli 2008

ikan terkuat dalam sejarah



Field Museum
Seperti digambarkan, ikan Dunkleosteus memiliki rahang yang sangat kuat dengan gigi pedang.




Ikan Terkuat Sepanjang Sejarah



Masih ingat film Jaws yang menggambarkan betapa mengerikan serangan seekor hiu putih raksasa? Membayangkan makhluk khayalan Peter Benchley, pengarang novel yang mengilhami film tersebut, atau melihat wujudnya dalam film mungkin cukup membuat dahi Anda mengernyit, tapi ada makhluk laut yang jauh lebih mengerikan.

Hidup sekitar 400 juta tahun yang lalu, ikan Dunkleosteus terrelli memiliki gigitan yang kekuatannya dua kali gigitan hiu putih. Bayangkan saja, saat menggigit, tekanannya sebanding dengan tekanan benda seberat 5.000 kilogram yang dijatuhkan bebas.

Perkiraan tersebut merupakan hasil pemodelan komputer yang dilakukan Philip Anderson dari Universitas Chicago dan Mark Westneat, seorang kurator di Museum Field, AS. Mereka menggunakan bentuk fosil tengkorak ikan purba tersebut untuk memodelkan gerakan mulut dan kekuatan gigitan.

Ia memusatkan tekanan gigitan pada bagian lancip di ujung rahangnya dengan kekuatan 5.625 kilogram percentimeter persegi. Meski demikian, ia bisa membuka mulutnya dengan cepat. Hasil simulasi menunjukkan, ia hanya butuh waktu seperlima puluh detik sehingga dapat mengunyah mangsanya dengan cepat.

Ikan modern umumnya memiliki gigitan yang kuat atau cepat, tapi tidak kedua-duanya. Kemampuan yang dimiliki Dunkleosteus mungkin berkaitan dengan bentuk tengkorak dan otot-otot berbeda yang dipakai untuk membuka dan menutup mulut.

"Dunkleosteus bisa menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya," kata Anderson yang merupakan peneliti utama yang melaporkan maklahnya di jurnal Biology Letters edisi Selasa (28/11). Menurut kedua peneliti, ikan tersebut merupakan salah satu predator utama pada periode Devonian, antara 415 juta hingga 360 juta tahun lalu.

Tubuhnya sepanjang 10 meter dengan berat 4 ton. Para ilmuwan menyebutnya raja monster laut. Ia merupakan ikan yang memiliki rahang paling kuat sepanjang sejarah sehingga setara dengan T. Rex atau aligator.

Ia muncul sekitar 175 juta tahun sebelum ada dinosaurus. Selain termasuk hewan bertulang belakang awal yang memiliki rahang, ia juga diklasifikasikan sebagai placoderm, kelompok ikan primitif yang memiliki kulit kepala dan leher keras.

Dunkleosteus tidak memiliki gigi-gigi tajam seperti yang dimiliki predator laut modern. Tapi, mulutnya memiliki tulang pipih yang tajam di rahangnya.

Bisa jadi, Dunkleosteus memangsa placoderm lainnya, misalnya hiu. Nyatanya, hiu berkembang menjadi semakin beragam dan besar saat monster laut purba itu punah dengan alasan yang belum diketahui.

Tak salah kalau para peneliti menyebutnya sebagai ikan paling kuat sepanjang sejarah.

bayi mammoth

MOSKWA ,SIBERIA, JUMAT - Masih ingat sekuel film Ice Age? Mungkin peristiwa runtuhnya dinding es seperti diceritakan dalam film kartun fiksi tersebut benar-benar menimpa anak mammoth yang ditemukan di Siberia ini.

Bayi Mammoth berusia 10.000 tahun di siberia

Jasad seekor bayi mamooth berusia 10 ribu tahun tersimpan dalam keadaan utuh di lapisan es di bawah tanah wilayah Siberia. makhluk purba yang mirip gajah tapi berambut tersebut mungkin masih menyisakan DNA yang baik untuk mengungkap sejarah dan membantu para peneliti mempelajari lingkungan dan iklim di masa lalu.

Anak mammoth berwarna abu-abu kecoklatan baru tumbuh seukuran anjing dengan panjang tubuh 1,3 meteran, tinggi 85 centimeter, dan berat 50 kilogram. Belalai dan matanya masih utuh namun hanya tinggal beberapa lembar rambutnya yang menempel di tubuhnya. Sedangkan ekor dan telinganya telah hilang mungkin karena digigit musuhnya. Ia ditemukan seorang penggembala rusa Yuri Khudi dan istrinya di wilayah Yamal-Nenets pada bulan Mei.

Penemunya semula mengira jasad mammoth itu sebagai bangkai rusa yang tubuhnya menyembul dari lapisan es yang meleleh. Begitu menetahui bahwa jasad tersebut berupa anak mammoth ia segera malaporkan ke para peneliti yang kemudian membawanya ke ibukota Salekhard untuk dijaga di dalam kotak pendingin khusus. Spesimen mammoth betina berusia sekitar enam bulan itu diberi nama Lyuba.

"Mammoth adalah hewan yang jika Anda mengamatinya, Anda akan melihat bahwa ada periode sejarah yang dilaminya, waktu yang panjang saat terjadi perubahan iklim," ujar Alexei Tikhonov, deputi direktur Institut Zoologi Akademi Sains Russia. Artinya, dengan mempelajari mammoth, para peneliti bisa juga mempelajari perubahan iklim purba.

Spesimen mammoth yang masih utuh ini mungkin menyimpan materi genetik yang dapat mengungkap asal-usul kehidupannya. Bahkan kulitnya yang masih tertutup rapat mungkin melindungi organ tubuhnya tetap terjaga di tempatnya dan bebas dari serangan mikroba.

Meski memungkinkan, Tikhonov menolak asumsi bahwa pihaknya akan mencoba melakukan klonina dari materi genetik tersebut untuk menghidupkannya kembali. Menurutnya kloning hanya dapat dilakukan jika sel-sel tetap dalam kondisi utuh sedangkan pembekuan dalam waktu lama mungkin menyebabkan sel-sel rusak.

Spesimen mammoth tersebut akan segera dibawa ke Museum Zoologi di St Petersburg, Russia sebelum diangkut ke UNiversitas Jikei Jepang untuk diteliti lebih lanjut. Di Jepang akan dilakukan pemindaian tiga dimensi terhadap tubuh mamooth sebelum dikirim kembali ke St Petersburg untuk diotopsi.

Para ilmuwan selama ini meyakini bahwa mamooth hidup antara 4,8 juta tahun hingga 4000 tahun lalu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim dan perburuan yang dilakukan manusia merupakan alasan utama penyebab kepunahannya.

Jasad anak mammoth dalam kondisi utuh sebelumnya juga pernah ditemukan di Magadan, wilayah ujung timur Russia pada tahun 1977 dan diberi nama Dima. Kini Dima dan Lyuba menjadi bukti terbaik untuk mempelajari zaman es.

bayi mammoth terawetkan sempurna

Bayi mammoth itu ditemukan di Semenanjung Yamal, Rusia, dan diperkirakan mati 10 ribu tahun lalu. Belalai dan kedua matanya masih melekat utuh di tubuhnya dan sebagian tubuhnya masih bermantelkan bulu.

Bangkai binatang purba itu ditemukan seorang penggembala rusa kutub pada Mei lalu. Penggembala itu, Yuri Khudi, tersandung gundukan mammoth itu di dekat Sungai Yuribei.

Mammoth adalah anggota keluarga gajah yang telah punah. Hewan ini, kalau dewasa, dikenal dengan gadingnya yang panjang dan meliuk serta mantel rambutnya yang panjang.

Sang bayi yang ditemukan itu berukuran tinggi 130 sentimeter dan berat 50 kilogram. Ia diduga spesimen yang berasal dari pengujung zaman es ketika hewan buas itu menghilang dari bumi.

Pekan lalu, sebuah tim pakar internasional bertemu di Kota Salekhard, dekat tempat penemuan binatang purba itu, untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan. "Tak ada cacat yang ditemukan pada tubuhnya, kecuali ekornya sedikit terpotong," kata Alexei Tikhonov, Deputi Direktur Zoological Institute of the Russian Academy of Sciences dan anggota delegasi peneliti. "Ini penemuan paling berharga bila dilihat dari tingkat pengawetannya."

Sejumlah ilmuwan berharap sperma yang terawetkan dengan baik atau sel lain yang mengandung DNA aktif bisa digunakan untuk membangkitkan kembali mammoth. Ahli genetik yakin bisa membuat bayi mammoth dari materi genetik DNA yang baik dalam waktu 22 bulan.

Sayangnya, spesimen bayi mammoth itu tak memberikan DNA yang cukup berkualitas. Meski demikian, hal itu tak melunturkan semangat para ilmuwan, yang percaya bahwa suatu hari nanti mereka akan menemukan DNA bagus dari Siberia.

Untuk menghidupkan kembali mammoth, bisa dilakukan dengan menyuntikkan sperma ke dalam sel telur hewan tersebut, yang masih punya kekerabatan erat dengan gajah Asia dan menghasilkan binatang hibrida. Alternatif lainnya adalah dengan menciptakan klon mammoth murni dari penggabungan inti sel mammoth dengan sel telur gajah yang telah dihilangkan DNA-nya.

zaman batu

Orang Gua Zaman Batu Suka Bernyanyi

Senin, 7 Juli 2008 - 14:20 wib


(foto: ist.)
PARIS - Sebuah temuan yang dikemukakan Iegor Reznikoff, pakar musik kuno di University of Paris X, mengungkapkan, musik dan bernyanyi telah dikenal manusia sejak zaman batu.

Reznikoff mengatakan, saat itu manusia gua yang hidup pada 10.000?40.000 tahun lalu menggunakan musik atau bernyanyi untuk mendeteksi gua baru. "Mereka membuat bunyi-bunyian untuk mengetahui kedalaman atau kondisi dalam gua yang baru mereka temukan," ujarnya.

Mereka menggunakan teknik gaung tersebut karena cahaya obor tidak dapat menembus sampai ke dalam gua," lanjut Reznikoff yang akan mempresentasikan temuannya pada ajang Acoustical Society of America di Paris.

Reznikoff menemukan analisis tersebut berdasarkan sejumlah gambar dinding gua kuno yang terdapat di pinggiran Prancis. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan aktivitas manusia gua yang menunjukkan mereka sedang membuat bunyi-bunyian. Salah satu gua yang mempunyai banyak gambar kuno adalah sebuah gua di Lascaux.

Menurut Reznikoff, dari teknik gaung tersebut, manusia akhirnya mengembangkan kombinasi bunyi-bunyian itu menjadi sebuah harmoni. Perlahan tapi pasti, bunyi-bunyian tersebut akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang membuat orang senang.